Sistem Penjaminan Mutu Internal : Tantangan dan peluang bagi PTS

Oleh : M. Guntara (Ka Pusat Jaminan Mutu STMIK AKAKOM/asesor D3 BAN-PT )

Diekspose di koran Kedaulatan Rakyat , Selasa 3 Mei 2011 (Rubrik Swara Kampus) , Lihat versi  KR    Klik DISINI

Pengantar

 

Semenjak di keluarkannya UU no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yang mewajibkan pemberkalukan adanya sistem panjaminan mutu internal (SPMI) , maka perguruan tinggi (PT) di Indonesia  baik perguruan tinggi negeri (PTN) maupun perguruan tinggi swasta (PTS) seolah berlomba untuk mengapresiasi-nya.

Beraneka ragam respon PT,  dari yang antusias sampai yang skeptis, bahkan ada yang terkesan ‘mati kutu’. Yang antusias merepson (biasanya PTN/PTS yang telah mapan) berargumen memang itu yang seharusnya dilakukan agar PT dapat berkompetesi secara naisonal maupun global.

Yang sekptis merasa bahwa penjminan mutu merasa sudah dilaksanakan dan konon SPMI sekedar masalah administratif.

Sementara yang ‘mati kutu’, masih  kebingungan dari mana harus memulai. Kadang hal ini disebahkan karena ‘jarak pandang’ kita yang terlalu dekat,  ibarat melihat gajah  dipelupuk mata sehingga sulit mengidentifikasi organ-organnya.  Hal ini  disebabkan secara teoritis konsep SPMI sudah disosialisasikan oleh Dikti ataupun Kopertis  baik melalui selebaran, buku, ataupun seminar, secara umum masih sulit dibayangkan bagimana bentuk dan implementasinya.

Untuk itu penulis mencoba menuangkan pengalaman pribadi maupun pengamatan  langsung di beberapa PT di Indonesia khususnya PTS untuk kategori menengah kebawah, sehingga pengamatan  lebih bersifat kualitatif deskriptif dan tentunya tidak lepas dari unsur subyektivitas walau penulis mencoba untuk meminimalisir.

Khusus untuk yang masih ‘mati kutu’ menghadapi SPMI, semoga solusi yang penulis tawarkan lebih realistis untuk segera diimplementasikan.

Makna penjaminan mutu internal

Masyarakat PT khususnya PTS menengah ke bawah,   secara umum agaknya masih gamang melihat ujud SPMI sehingga seperti yang sudah disinyalir ada yang ‘mati kutu’ seperti diatas.

Secara substantif penulis menganalogikan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) sebagai sebuah sistem yang  memiliki elemen minimal SMART yakni adanya  Siklus, Manajemen , Aturan-Pedoman, Rekaman, Terkendali. Sehingga SPMI diharapkan sesuai karakter smart (Ind: cerdas) tersebut : mampu mengatisipasi keadaan, mampu mengembangkan/meningkatkan  diri, mampu melakukan kreasi dan inovasi.

Siklus. SPMI harus memiiki siklus yang jelas, biasanya dalam periode 1 tahunan, terdapat  kegiatan : Penetapan standar (termasuk standar  baru) , Monitoring, Evaluasi, Tindakan koreksi, dan kembali ke siklus awal. Setiap pelaksanaan siklus harus jelas SOP, mekanisme kerja, waktu, dan   penanggung jawabnya

Manajemen. Agar didalam pelaksnaaan SPMI dapat berjalan baik, manajemen teramat penting untuk revitalisasi. Seharusnya SPMI adalah melekat dengan jabatan masing-masing (ex-officio),  tetapi sebagai tahap awal agaknya amat susah karena pekerjaan ruitinitas para eksekutif yang sudah menumpuk. Untuk itu dapat dibentuk Tim Penjaminan Mutu  tingkat institusi (nama disesuaikan dengan kebutuhan) . Tim ini bersifat management representif  yang men-support pimpinan sehingga tidak memiliki kewenangan eksekusi. Kemudian disusun tim di level dibawahnya sampai ke Program Studi (prodi() yang merupakan gugus tugas operasional kegiatan siklus SPMI.

Aturan/pedoman. Aturan pedoman wajib dimiliki dalam SPMI antara lain : Kebijakan Akademik,   Standar Akademik , Sasaran mutu yang ingin dicapai secara pertahap, dan Manual Mutu.

 Rekaman. Semua pedoman, proses pelaksanaan,   monitoring /evaluasi harus terrekam/tercatat untuk mempermudah pengendalian dan evaluasi berikutnya.

Terkendali. Semua proses tersebut dpaat dikendalikan sehingga sesuai dengan sistematika dan arah yang dicanangkan.

Peningkatan kualitas yang terkandung dalam SPMI ini  sebetulnya secara prinsip dalam agama Islam terdapat hadits : “masuk kategori orang yang beruntung adalah hari  esok lebih baik dari hari ini , dan seterusnya”   atau dalam bahasa Sansekserta “ginong prati dina” yang diterjemahkan dalam dokumen SPMI Dikti sebagai tangga kaizen sebagai perwujudan dari peningkatan standar yang berkelanjutan

Kodisi riil

 

Secara umum sebetulnya penjaminan mutu internal PT sudah dilakukan, tetapi masih bersifat parsial, insidental, kurang terkendali, dan rekaman minimal.

Secara parsial biasanya yang dilakukan berupa bagian tertentu saja yang diamati, misalnya kehadiran dosen. Bagi yang tidak memenui standar jumlah kehadiran akan mendapatkan sangsi, tetapi belum dicermati sejauh mana peningkatan kehadiran dosen dari waktu ke waktu. Bila dikaji lebih jauh kjnerja dosen ini perlu di kaji :   tingkat  kesesuaian materi, kinerja penelitian, dll.

Insidental, pengamatan kinerja hanya dilakukan sangat tergantung dari ‘mood’ pimpinan baik ketua Prodi sampai Rektor/Ketua/Dorektur sehingga siklus menjadi tidak teratur.

Kurang terkendali, berarti semua proses dibiarkan begitu saja, tidak di arahkan mengapa terjadi seperti itu dan bagaimana upaya solusi dan tidak lanjutnya untuk memperbaiki konidi tersebut

Rekaman,   yakni dokumentasi (baik berupa softcopy ataupun hardcopy) bagi pedoman maupun rekam jejak hasil evaluasi, biasanya belum di dikumentasikan dengan baik, baik dari sisi  sistimatikanya mapun kontennya sehingga pada saat akan mengevaluasi kesulitan menganalisis.

Mengapa perlu SPMI ?

Substansi SPMI adalah bagaimana mengalihkan  loyal pada personal menjadi loyal pada sistem , personal polecy menjadi system polecy,  dari externally driven (Jawa: ing ngarso sung tulodo) menjadi internally driven (Jawa: tut wuri handayani) .

Dengan demikian adanya SPMI diharapkan terjadi peningkatan kualitas yang berkelanjutan, sehingga apresiasi masyarakat lokal, nasional, internasional terhadap PT di Indonesia akan membaik.

SPMI bagi PT disamping akan menambah apresiasi masyarakat dan  menaikkan daya saing, saat ini juga menjadi salah satu pertimbangan untuk berbagai hibah dan masuk pada salah satu standar akreditasi BAN-PT

Peluang

Peluang untuk menerapkan dan mengembangkan masih terbuka lebar. Dari Dikti sering mengadakan seminar/pelatihan. Pada lingkup DIY –Jateng, ada beberapa PTN dan PTS  yang SPMI-nya sudah eksis, bisa dijadikan rujukan atau narasumber dalam pelatihan , workshop, bahkan pendampingan.

Bila mengacu ke PTN besar dirasa ‘terlalu jauh’, bisa juga sharing  dengan berbagai PT setingkat. Melalu  share ini  (biasanya di koordinasi oleh Kopertis) kita bisa mengadopsi metode dan pengembangan SPMI sesuai dengan kebutuhan kita. Misal,  dari PT A kita ambil strukturnya , dari PT B bisa diambil Sasaran Mutunya, dan lain sebaginya.

Tentu semua itu “jer basuki mowo beo” untuk  itu   perlu komitmen, komitmen dan komitmen. Komitmen dari siapa ? Komitmen paling utama adalah dari pimpinan (baca : ‘top management’). Bila hal ini sudah didapat maka level manajemen dibawahnya akan mengikutinya. Hal ini karena keberhasilan SPMI harus didukung oleh elemen yang ada di PT tersebut.

Tantangan

Didalam mengimplementasikan SPMI tentu akan mengalami berbagai tantangan yang tidak mudah, antara lain

1.      Terlalu berbangga diri, ini ditengarai dengan adanya keenggaran untuk berubah. Dengan kondisi yang ada saat ini misal  animo masuk ke PT tersebut sudah besar, lulusan sudah banyak terserap di posisi terhormat. Hal ini akan menjadikan kita lengah sementara PT lain sudah melaju, sehingga tidak sadar kita sudah ‘disalip’oleh yang lain .

2.      Poragmabtisme. Dengan kondidi yang ada sudah cukup nyaman bekerja dan tidak perlu ber peluh-peluh (toh gajinya tidak naik misalnya)  yang hasilnya dianggap tidak dapat langsung dinikmati. Tidak bisa dipungkiri bahwa hasil  ‘tanaman’ internal quality sistem ini bisa ‘dipanen’  pada jangka menenga atau bahkan panjang, tidak bisa sesaat.

3.      Sifat skeptis, yang hanya bersamsi bahwa adanya SPMI hanya menambah beban baik manajemen ataupun pelaku SPMI.

Strategi impelentasi

Untuk menerapkan SPMI diperlukan kiat-kiat sbb :

1.      Harus ada satu atau beberapa orang sebagai ‘mentor’ yang memiliki pengetahuan cukup tentang penjaminan mutu sebagai sebuah sistem. Pengetahuan ini dapat diperoleh melalui seminar, workshop, ataupun pelatihan/ magang. ‘Mentor’ ini lah yang menginisiasi pembuatan panduan, dokumen, ataupun borang  yang diperlukan dan sekaligus ‘mengawal’ siklus SPMI agar berjalan sesuai rencana. Para perintis ini sebaiknya punya moto ‘sepi ing pamrih rame ing nggawe’  karena kalau sudah ‘rame ing pamrih’ kemungkinan  ‘berjalan di tempat’ akan besar.

2.      Membentuk komitmen dengan prioritas pimpinan, karena posisi ini amat strategis dan memiliki resources yang diperlukan untuk berjalannya SPMI dengan baik.

3.      Bila student body cukup besar untuk prodi tersebut sebaiknya bentuk tim kecil untuk penjaminan mutu tingkat prodi (jumlah disesuaikan dengan keadaan)  yang nantinya bertugas untuk ikut merencanakan dan memonitor /mengevaluasi penjaminan mutu tingkat prodi.   Hal ini karena bila ditangani Ka prodi , maka akan kehabisan ‘energi’ mengingat posisi ini untuk operasional sehari-hari sudah cukup berat.

4.      Sosialisasikan keperadaan SPMI melalui berbagai media ke segenap sivitas akademika baik melalui forum rapat, sarasehan ataupun publikasi online/offline .

5.      Gunakan pendampingan dari PT yang sudah mapan SPMI-nya akan lebih mudah dicerna / realistik bila PT tersebut setara (atau setingkat diatasnya) , karena bila dari PT besar seringkali kurang tepat karena problematika, variasi budaya, lingkup, dan dinamika di PT berbeda cukup signifikan

6.      Bila panduan/pedoman sudah disusun segeralah diuji cobakan (tanpa harus menunggu sempurnanya panduan tersebut) , masalah penyempurnaan dapat dilakukan sambil jalan. Uji coba dapat dimulai dari monitoring di tengah semester  dan evaluasi di akhir semeter untuk bagian- bagian yang mudah diakses datanya atau diprioritaskan yang terkaitr langsung dengan pelayanan pada mahasiswa, misalnya : kehadiran dosen, kesesuaian materi, kehadiran  mahasiswa, dan lain sebagainya

7.       Setelah ada pengalaman monitoring /evaluasi , sempurnakan panduang atau borang dan SPMI diimpelentasikan pada periode berikutnya dengan obyek dimulai yang paling sederhana. Sejalan perjalanan waktu sambil siklus berjalan dapat dibuat panduan untuk bidang penjaminan mutu yang lain : penelitian, pengabdian, kemahasiswaa, kepegawaian, keuangan, dan lain sebagainya.

Penutup

“Big think, little step, act now”, mulailah dari yang paling kecil/sederhana dengan berwawasan luas dan lakukan sekarang juga,  agaknya idiom yang tepat untuk memulai penjaminan mutu internal, dengan modal utama komitmen dan doa tentunya.

Bila SPMI berjalan dengan baik, Insaallah secara otomatis masyarakat akan lebih apresiatif terhadap  PT kita , dan tidak lagi terlalu ‘repot’  bila menghadapi penjaminan mutu eksternal misalnya BAN-PT.

Untuk itu agar  lebih terfokus, maka  dalam penyusunan standar dan sasaran mutunya sebaiknya menggunakan standar eksternal dari lembaga yang akan kita rujuk,  walau dalam penentuan sasaran mutu  dan pelaksanannya  bertahap.

Meminjam slogan Bapak SBY “bersama kita bisa”. Mari kita budayakan mutu, dan memutukan budaya kita !

 

Yogyakarta, 26 April 2011

Penulis

M. Guntara

 

Referensi :

___________,  “Praktek Baik Dalam Penjaminan Mutu”, DIKTI

___________, “Dokumen Penjaminan Mutu  Perguruan Tinggi”, Kantor Jaminan Mutu UGM

___________, “Kebijakan Akademik STMIK AKAKOM”, Pusat Jaminan Mutu STMIK AKAKOM

___________, “Manual Mutu STMIK AKAKOM ”, Pusat Jaminan Mutu STMIK AKAKOM